ANAK BORU SIPITU-PITU
Garama ParRaya
6:51 AM
0
Catatan : cerita ini adalah cerita dongeng yang mengisahkan tetang cerita terjadinya Dolok Suara yang berada di desa Purba Dolok kecamatan Purba.
Pada zaman dahulu, ketika zaman kerajaan berkuasa tepatnya di daerah kerajaan Purba, hiduplah satu keluarga yang penuh dengan penderitaan. Seorang ayah yang bernama Jamalum Purba menikahi seorang gadis yang sangat cantik dan anggun yang bernama Rolaintan Saragih. Sebelum pernikahannya, mereka cukup banyak menghadapi tantangan, terutama tantangan dari orangtua Rolaintan Saragih yang tidak menyetujui pernikahan mereka. Suatu ketika mereka berjanji untuk bertemu di dekat sungai permandian yang ada di kampung mereka.
Dan pertemuan itupun mereka lakukan. Saat bertemu Jamalum Purba memohon kepada Rolaintan Saragih agar mau menikah dengannya. Rolaintanpun mengabulkan permintaan calon suaminya tersebut tapi dengan satu syarat Jamalum harus siap untuk bersumpah dihadapan Rolaintan bahwa apapun yang terjadi kelak setelah berumah tangga ia harus selalu setia untuk mencintai dan menyayanginya sebagai istrinya, dan terutama tidak akan meninggalkannya hingga kematian memisahkan mereka. Dan Jamalumpun melakukan sumpah itu.
Dan pertemuan itupun mereka lakukan. Saat bertemu Jamalum Purba memohon kepada Rolaintan Saragih agar mau menikah dengannya. Rolaintanpun mengabulkan permintaan calon suaminya tersebut tapi dengan satu syarat Jamalum harus siap untuk bersumpah dihadapan Rolaintan bahwa apapun yang terjadi kelak setelah berumah tangga ia harus selalu setia untuk mencintai dan menyayanginya sebagai istrinya, dan terutama tidak akan meninggalkannya hingga kematian memisahkan mereka. Dan Jamalumpun melakukan sumpah itu.
Pada awal pernikahan mereka Jamalum Purba sangat menyayangi istrinya dan juga sangat bertanggungjawab terhadap kebutuhan kehidupan keluarga mereka. Karena kerajinannya harta mereka, yaitu ladang, kerbau, kuda, dan ayam semakin hari semakin bertambah banyak. Dua tahun kemudian mereka dikaruniai seorang anak perempuan, dan diberi nama Jamaintan boru Purba (gabungan nama Jamalum dan Rolaintan). Jamaintan ini adalah seorang putri yang sangat cantik seperti ibunya Rolaintan. Keluarga Jamalum sangat bahagia, terutama setelah putri mereka lahir. Satu tahun lebih kemudian istri Jamalum melahirkan kembali, yaitu anak kembar, keduanya perempuan yang juga sangat cantik. Jamalum memberi nama untuk anaknya yaitu : Lainim dan Roinim. Dan juga dua tahun kemudian istri Jamalum kembali melahirkan anak perempuan, yang juga kembar, dan diberi nama : Railainim dan Mintainim.
Menyadari keadaan ini, dimana mereka telah dikaruniai 5 orang anak, tetapi kelimanya adalah perempuan, semakin lama Jamalumpun semakin cemas. Dia sangat takut kalau-kalau mereka tidaka akan memiliki anak laki-laki sebagai penerus sesuai dengan adat istiadat yang biasa ditengah-tengah Simalungun. Hari demi hari ia semakin malas untuk melakukan pekerjaannya yang biasa ia lakukan. Suatu ketika Rolaintanpun berkata kepada Jamalum agar mereka pergi kepada orang pintar untuk berobat, seperti halnya yang biasa dilakukan oleh orang-orang dikampung mereka. Akhirnya merekapun pergi berobat kepada orang pintar yang berada di sebelah kampung mereka. Dan merekapun menceritakan maksud kedatangan mereka kepada orang pintar tersebut. Lalu orang pintar tersebut merenung sejenak sambil berkata-kata bagaikan orang sedang berbisik-bisik. Tidak lama kemudian iapun berkata Jamalum : "Kalian harus pergi memohon maaf kepada orangtua dari istrimu, karena dari sejak awal hubungan kalian tidak disetujui oleh mereka. Dan mereka telah bersumpah bahwa kalian tidak akan dikaruniai satu orangpun anak laki-laki. Selama kalian tidak melakukan ini, kalian tidak akan dikaruniai oleh Tuhan seorang anak laki-laki."
Setelah pulang dari tempat pengobatan, Jamalum dan Rolaintanpun berunding untuk pergi ke rumah mertuanya, dan merekapun sepakat. Jamalum dan Rolaintanpun pergi ke rumah orangtua mereka tersebut bersama dengan kelima putri mereka. Dalam hati mereka pasti orangtua mereka akan menerima kehadiran mereka. Namun setelah sampai di rumah orangtua mereka, ibu dari Rolaintan tiba-tiba menjerit sekuat tenaga sambil berkata : "Pergi dari rumah ini, kalian adalah anak durhaka terutama kamu Rolaintan. Kamu bukan putriku lagi...". Melihat hal itu tiba-tiba masyarakat yang ada dikampung itu berkerumun melihat kejadian tersebut. Dan ayah Rolaintanpun juga ikut berkata : "Jangan sampai pisauku ini mengenai leher kalian berdua...Pergi dari sini!!!" Akhirnya dengan rasa kecewa Jamalum bersama anak-anaknya menarik ibu mereka yang sedang menangis tersedu-sedu.
Satu tahun setelah kejadian tersebut Rolaintanpun kembali melahirkan anak kembar yang juga masih perempuan dan diberi nama Langsinta dan Dungmaita. Melihat dan menyadari hal ini, sifat Jamalum semakin berubah. Setiap hari ia pergi ke pekan untuk bermain judi, minum-minum. Dan ia berpikir bahwa istrinya adalah pembawa sial baginya. Ia menganggap bahwa istrinya Rolaintan tidak dapat memberikan anak laki-laki baginya sebagai generasi penerus marganya. Tidak beberapa lama saat ia pergi ke pekan Jamalum bertemu dengan seorang gadis yang tidak kalah cantiknya dengan Rolaintan. Gayungpun bersambut, sigadis tersebut juga menyukai Jamalum. Dan akhirnya merekapun sepakat untuk menikah secara diam-diam. 3 bulan setelah Jamalum menikahi istri ke duanya tersebut iapun jarang pulang ke rumahnya.
Melihat siatuasi ini Rolaintan semakin curiga dengan gelagat suaminya tersebut. Dengan diam-diam diapun pergi mencari Jamalum ke pekan. Setelah sampai dipekan ia bertanya-tanya kepada teman dekat Jamalum. Dan dengan tersentak bagaikan ditimpa gunung perasaan Rolaintan setelah mendengar perkataan teman Jamalum bahwa Jamalum sudah menikah kembali dan tiggal tidak jauh dari pekan tersebut. Rolaintanpun pergi mencari rumah tempat tinggal Jamalum dan benar sekali, Rolaintan menemui suaminya dan istri barunya sedang tidur di rumah tersebut. Akhirnya Rolaintanpun menjerit sambil menangis dan berkata : "Inikah sumpah dan janji yang pernah kau ucapkan dulu untukku ? Mengapa kau begitu kejam mempermainkan aku dan anak-anakmu ini ? Kau adalah laki-laki yang tidak berharga lagi dimataku Jamalum.." Sambil menangis ia pergi meninggalkan mereka. Dengan hati yang berkecamuk Rolaintanpun menceritakan kejadian itu kepada putri-putrinya. Akhirnya merekapun sepakat untuk pergi meninggalkan kampung mereka dan berjalan hingga berada di sebuah desa yang begitu sunyi. Karena merasa malu melihat orang lain, Rolaintan mengajak anaknya untuk pergi kesebuah bukit yang tidak jauh dari desa tersebut. Disana mereka tidak menemui satu orangpun yang hidup dan tinggal. Dan merekapun mendirikan sebuah gubuk kecil. Kebutuhan hidup mereka tergantung kepada tanaman yang bereda dibukit tersebut. Karena begitu minimnya makanan dibukit tersebut, akhirnya hidup merekapun sangat menderita, dan Rolaintanpun jatuh sakit. 2 bulan setelah mereka tinggal di bukit tersebut Rolaintanpun berkata kepada ketujuh putrinya bahwa jangan ada satu orangpun yang pergi dari bukit tersebut walau ajalpun menjemput mereka. Sebab bukit itulah yang akan menjadi istana bagi mereka kelak. Dan setelah menyampaikan amanah itu Rolaintanpun meninggal.
Ketujuh putri Rolaintan sangat patuh kepada amanah ibu mereka. 20 tahun setelah itupun mereka tetap tinggal dibukit tersebut. Mereka semua adalah gadis-gadis yang begitu cantik dan anggun seperti ibu mereka. Suatu ketika datanglah musim kemarau yang berkepanjangan. Sedikitpun tumbuh-tumbuhan tidak ada lagi yang tumbuh. Akibat musim kemarau yang berkepanjangan tersebut hidup mereka semakin penuh dengan derita. Melihat hal ini, Jamaintan sebagai putri tertua mengajak keenam adiknya untuk berdoa sambil bergandengan tangan tepat di atas bukit tersebut. Pada saat saat mereka bergandengan tangan sambil menengadah ke atas langit Jamaintanpun berkata sambil menangis : "Hai, penghuni langit dan bumi...mengapa engkau begitu kejam kepada kehidupan kami. Kami tahu bahwa semua penderitaan kami ini bukanlah akibat dari perbuatan kami, tapi inilah akibat dari perbuatan orangtua. Jika engkau Tuhan bagi kami jauhkanlah kami dari semua penderitaan kami ini. Cabutlah nyawa kami sebagai pertaruhan penderitaan yang mematikan ini..." Tiba-tiba saat Jamaintan berkata sambil menangis dengan keenam adiknya petirpun turun dengan begitu cepatnya dan menyambar ketujuh putri cantik tersebut. Akhirnya tak seorangpun mereka yang hidup akibat petir tersebut.
Itulah kisah Anak Boru Sipitu-pitu yang terjadi di bukit desa Purba Dolok. Bukit tersebut dikenal dengan suara tangisan anak gadis hingga saat ini. Maka bukit itu diberi nama "DOLOK SUARA".
Horas ma banta ganupan...Diatei Tupa !
Nabinatur ni : Jayasser Simarmata, S.Th
Setelah pulang dari tempat pengobatan, Jamalum dan Rolaintanpun berunding untuk pergi ke rumah mertuanya, dan merekapun sepakat. Jamalum dan Rolaintanpun pergi ke rumah orangtua mereka tersebut bersama dengan kelima putri mereka. Dalam hati mereka pasti orangtua mereka akan menerima kehadiran mereka. Namun setelah sampai di rumah orangtua mereka, ibu dari Rolaintan tiba-tiba menjerit sekuat tenaga sambil berkata : "Pergi dari rumah ini, kalian adalah anak durhaka terutama kamu Rolaintan. Kamu bukan putriku lagi...". Melihat hal itu tiba-tiba masyarakat yang ada dikampung itu berkerumun melihat kejadian tersebut. Dan ayah Rolaintanpun juga ikut berkata : "Jangan sampai pisauku ini mengenai leher kalian berdua...Pergi dari sini!!!" Akhirnya dengan rasa kecewa Jamalum bersama anak-anaknya menarik ibu mereka yang sedang menangis tersedu-sedu.
Satu tahun setelah kejadian tersebut Rolaintanpun kembali melahirkan anak kembar yang juga masih perempuan dan diberi nama Langsinta dan Dungmaita. Melihat dan menyadari hal ini, sifat Jamalum semakin berubah. Setiap hari ia pergi ke pekan untuk bermain judi, minum-minum. Dan ia berpikir bahwa istrinya adalah pembawa sial baginya. Ia menganggap bahwa istrinya Rolaintan tidak dapat memberikan anak laki-laki baginya sebagai generasi penerus marganya. Tidak beberapa lama saat ia pergi ke pekan Jamalum bertemu dengan seorang gadis yang tidak kalah cantiknya dengan Rolaintan. Gayungpun bersambut, sigadis tersebut juga menyukai Jamalum. Dan akhirnya merekapun sepakat untuk menikah secara diam-diam. 3 bulan setelah Jamalum menikahi istri ke duanya tersebut iapun jarang pulang ke rumahnya.
Melihat siatuasi ini Rolaintan semakin curiga dengan gelagat suaminya tersebut. Dengan diam-diam diapun pergi mencari Jamalum ke pekan. Setelah sampai dipekan ia bertanya-tanya kepada teman dekat Jamalum. Dan dengan tersentak bagaikan ditimpa gunung perasaan Rolaintan setelah mendengar perkataan teman Jamalum bahwa Jamalum sudah menikah kembali dan tiggal tidak jauh dari pekan tersebut. Rolaintanpun pergi mencari rumah tempat tinggal Jamalum dan benar sekali, Rolaintan menemui suaminya dan istri barunya sedang tidur di rumah tersebut. Akhirnya Rolaintanpun menjerit sambil menangis dan berkata : "Inikah sumpah dan janji yang pernah kau ucapkan dulu untukku ? Mengapa kau begitu kejam mempermainkan aku dan anak-anakmu ini ? Kau adalah laki-laki yang tidak berharga lagi dimataku Jamalum.." Sambil menangis ia pergi meninggalkan mereka. Dengan hati yang berkecamuk Rolaintanpun menceritakan kejadian itu kepada putri-putrinya. Akhirnya merekapun sepakat untuk pergi meninggalkan kampung mereka dan berjalan hingga berada di sebuah desa yang begitu sunyi. Karena merasa malu melihat orang lain, Rolaintan mengajak anaknya untuk pergi kesebuah bukit yang tidak jauh dari desa tersebut. Disana mereka tidak menemui satu orangpun yang hidup dan tinggal. Dan merekapun mendirikan sebuah gubuk kecil. Kebutuhan hidup mereka tergantung kepada tanaman yang bereda dibukit tersebut. Karena begitu minimnya makanan dibukit tersebut, akhirnya hidup merekapun sangat menderita, dan Rolaintanpun jatuh sakit. 2 bulan setelah mereka tinggal di bukit tersebut Rolaintanpun berkata kepada ketujuh putrinya bahwa jangan ada satu orangpun yang pergi dari bukit tersebut walau ajalpun menjemput mereka. Sebab bukit itulah yang akan menjadi istana bagi mereka kelak. Dan setelah menyampaikan amanah itu Rolaintanpun meninggal.
Ketujuh putri Rolaintan sangat patuh kepada amanah ibu mereka. 20 tahun setelah itupun mereka tetap tinggal dibukit tersebut. Mereka semua adalah gadis-gadis yang begitu cantik dan anggun seperti ibu mereka. Suatu ketika datanglah musim kemarau yang berkepanjangan. Sedikitpun tumbuh-tumbuhan tidak ada lagi yang tumbuh. Akibat musim kemarau yang berkepanjangan tersebut hidup mereka semakin penuh dengan derita. Melihat hal ini, Jamaintan sebagai putri tertua mengajak keenam adiknya untuk berdoa sambil bergandengan tangan tepat di atas bukit tersebut. Pada saat saat mereka bergandengan tangan sambil menengadah ke atas langit Jamaintanpun berkata sambil menangis : "Hai, penghuni langit dan bumi...mengapa engkau begitu kejam kepada kehidupan kami. Kami tahu bahwa semua penderitaan kami ini bukanlah akibat dari perbuatan kami, tapi inilah akibat dari perbuatan orangtua. Jika engkau Tuhan bagi kami jauhkanlah kami dari semua penderitaan kami ini. Cabutlah nyawa kami sebagai pertaruhan penderitaan yang mematikan ini..." Tiba-tiba saat Jamaintan berkata sambil menangis dengan keenam adiknya petirpun turun dengan begitu cepatnya dan menyambar ketujuh putri cantik tersebut. Akhirnya tak seorangpun mereka yang hidup akibat petir tersebut.
Itulah kisah Anak Boru Sipitu-pitu yang terjadi di bukit desa Purba Dolok. Bukit tersebut dikenal dengan suara tangisan anak gadis hingga saat ini. Maka bukit itu diberi nama "DOLOK SUARA".
Horas ma banta ganupan...Diatei Tupa !
Nabinatur ni : Jayasser Simarmata, S.Th
http://pongkalanbolon.blogspot.com/2010/06/anak-boru-sipitu-pitu.html#more
No comments